Sabtu, 02 Juni 2012

RPP UJIAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SEKOLAH                    : SMA Kartika Kendari
MATA PELAJARAN    : Bahasa Indonesia
KELAS                          : X
SEMESTER                  : 1
ALOKASI WAKTU      : 2 x 45 Menit
STANDAR KOMPETENSIKOMPETENSI DASARINDIKATOR
Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung. Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/rekaman. Kognitif

  • Proses Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen Produk Menentukan unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen Menjelaskan maksud unsur intrinsik cerpen
  • Psikomotor Menyampaikan unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan di dalam cerpen Menanggapi penjelasan tentang unsur-unsur yang ditemukan oleh teman. 
  •  Afektif Karakter Kerja sama Teliti Tanggap Keterampilan sosial Menyampaikan hasil diskusi dengan baik dan benar Membantu teman yang mengalami kesulitan.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Kognitif
Proses
Setelah membaca cerpen yang disajikan, siswa diharapkan mampu menemukan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen Produk Setelah membaca dan membahas hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa diharapkan mampu menuliskan kembali unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan.
Psikomotor
Secara berkelompok siswa dapat menyampaikan unsur intrinsik cerpen yang disediakan dalam LKS 1: psikomotor.
Afektif
Karakter Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperhatikan kemajuan dalam perilaku seperti kerja sama, teliti dan tanggap.
Keterampilan sosial Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam kerampilan menyampaikan hasil diskusi dengan bahasa yang baik dan benar, bekerja sama dalam kelompoknya, dan membantu teman yang mengalami kesulitan.
MATERI PEMBELAJARAN
Teks cerita pendek
MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
Model pembelajaran : pembelajaran langsung (eksplisit)
Metode pembelajaran Diskusi Unjuk kerja Penugasan
BAHAN
Lembar kerja
Spidol
 ALAT
Teks Cerita Pendek
SKENARIO PEMBELAJARAN

NOKEGIATAN AWALKEGIATAN INTIKEGIATAN AKHIR


1.
(10 menit) Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan keadaan siswa yang tidak hadir. Guru memberi motivasi kepada siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Guru melakukan apersepsi dengan bertanya mengenai pengetahuan siswa tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra(25 menit) Siswa  membentuk kelompok antara 4-5 orang per kelompok. Guru memberi penjelasan tentang kinerja yang akan dilakukan siswa pada saat menyimak cerita yang akan disampaikan. Siswa mendengarkan/menyimak cerita pendek yang sudah disediakan oleh guru, yang akan dibacakan oleh teman secara bergantian. Secara berkelompok siswa berdiskusi mengenai unsur intrinsik di dalam cerpen kemudian mengidentifikasi dan menuliskan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen. Setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya untuk menyampaikan secara lisan hasil diskusi secara runtut dan jelas di depan kelas. Siswa bertanya jawab/menanggapi informasi yang didengar/disimak dengan bahasa dan alasan yang rasional dan logis(10 menit) Guru dan siswa melakukan refleksi tentang pembelajaran hari ini. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini. Guru memberi tugas kepada siswa kemudian pembelajaran ditutup dengan salam.


SUMBER PEMBELAJARAN
Buku: Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas X Materi esensial Bahasa Indonesia Silabus EVALUASI DAN PENILAIAN
Tugas Individu: Menggunakan LKS Jenis Tagihan Penilaian: LKS 1 dan LP 1 Bentuk Instrumen Penilaian: Uraian Bebas Jawaban Singkat
LEMBAR KERJA SISWA
(LKS)

PROSES MORFOLOGI DALAM BAHASA MUNA

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

            Pengembangan kebudayaan nasional diarahkan untuk memberikan wawasan budaya dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap dimensi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara serta ditujukan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia serta memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.

Bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan sangat bermanfaat bagi masyarakat pemakainya, terutama sebagai alat komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya saling pengertian, saling sepakat dan saling membutuhkan dalam kehidupan. Disamping itu, melalui suatu bahasa daerah akan memupuk rasa persatuan dan kesatuan antara warga pemakainya.
Bahasa Muna sangat penting keberadaanya dalam kehidupan masyarakat. Seseorang yang lahir dari masyarakat tersebut, menjadi suatu keharusan untuk mengetahui, memahami dan mampu menggunakan bahasa tersebut supaya Ia tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan mengintegrasikan diri dalam masyarakat yang bersangkutan karena bahasa merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat.

Secara umum, bahasa Muna berfungsi sebagai alat komunikasi dan penghubung diantara mereka (masyarakat Muna). Selain fungsinya secara umum sebagai alat komunikasi, bahasa tersebut juga memiliki fungsi khusus, yaitu fungsi persona dan interpersona, fungsi direksi, fungsi referensial, dan fungsi imajinatif.

Dengan adanya bahasa dan fungsi-fungsi ini, seorang individu mempunyai sarana untuk mengungkapkan diri, membina hubungan sosial, menyuruh orang lain melakukan sesuatu tindakan, menampilkan sesuatu dengan bahasa dan juga memiliki kemampuan untuk mencipta, mengungkapkan ide, gagasan dan sebagainya.

Dalam hubungan dengan bahasa indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai(1) pendukung bahasa nasional (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pelajaran bahasa indonesia dan mata pelajaran lain, dan(3)alat pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah ( Amrun Halim dalam Fachrudin 1983 : 4-5).
Selanjutnya Prof.Dr. Slametmuljana mengatakan “ Antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah terjadi kontak sosial dan budaya yang aktif. Jiwa bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah bertemu. Kedua bahasa yang bersangkutan mulai saling memperhatikan, akhirnya saling mempengaruhi( Badudu, 1987 : 13)”.

Mengingat pentingnya fungsi dan kedudukan bahasa daerah dalam kaitanya dengan pertumbuhan, perkembangan dan pembakuan bahasa nasional serta kepentingan pembinaan dan pembakuan bahasa nasional serta kepentingan pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan, maka bahasa-bahasa daerah perlu dipelihara, dibina dan dikembangkan sebagai upaya untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan ketetapan MPR NO. 11/ MPR/ 1993, tentang Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) antara lain menyebutkan sebagai berikut:

bahasa daerah perlu terus dilanjutkan dalam rangka pengembangan serta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan khazanah kebudayaan nasional sebagai salah satu unsur jati diri dan kepribadian bangsa. Perlu ditingkatkan penelitian, pengkajian dan pengembangan bahasa dan sastra daerah serta penyebarannya melalui berbagai media.

Pengenalan bahasa-bahasa daerah melalui berbagai upaya penelitian sangat penting artinya dalam masa pembangunan dewasa ini, karena selain untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia juga merupakan salah satu peletak dasar bagi kesatuan dan persatuan bangsa serta dapat menanamkan rasa saling menghargai diantara sesama warga negara.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Gorys Keraf, yakni :Dalam masa perkembangan dan pembangunan ini bahasa-bahasa daerah masih amat diperlukan untuk  memperkaya bahasa indonesia terutama dalam memperkaya perbendaharaan kata-kata dan bentuk kata.
Dengan mengenala bahasa daerah kita bisa mengenal pelbagai macam faktor penting yang menentukan corak dan struktur masyarakat indonesia.

Dengan mengenal berbagai aspek bahasa-bahasa daerah, kita dapat melihat adanya kesamaan tema, gaya bahasa dan ragam kesusastraanya (1984:20).Pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah dengan melalui berbagai upaya penelitian sangat perlu dilakukan. Bahasa Muna sebagai salah satu bahasa daerah di Sulawesi Tenggara, diwariskan dan dipelihara secara turun temurun oleh pendudk Kabupaten Muna .

Dalam laporan penelitian yang dilakukan oleh Syahrudin Kaseng (1983) yang berjudul , “Pemetaan Bahasa- Bahasa di Sulawesi Tenggara” mengiventarisasi 20 bahasa di sulaweai tenggara menurut penamaan masyarakat pemakainya. Di antara20 bahasa yang terinventarisasi itu, selanjut nya beliau mengkategorikan kedalam 11 bahasa yakni (1) Tolaki, (2) Muna, (3) Masiri, (4) Bosoa, (5) Wakatobi, (6) Wolio Kamaru, (7) cia-cia Wabula, (8) Mornene-Kabaena, (9) Kulisusu- Wawonii, (10) Lawelu- Kakenauwe- Kambowa, dan (11) Mawasangka- Siompu- Laompo- Katobengke. Pengkategorian tersebut didasarakan pada 200 kata dasar yang dikemukakan oleh Swadesh. Adanya penamaan bahasa Mawasangka yang dirangkaikan bersama- sama dengan Siompu, Laompo dan Katobengke didasarkan atas penamaan yang diberikan informan di tempat mereka bermukim.

Dalam pergaulan antarwarga pendukung bahasa Muna, bahasa ini memegang peranan penting. Peranan ini dapat dilihat baik sebagai alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara – upacara adat dan kesenian. Di samping itu, bahasa Muna berperan sebagai bahasa pengantar di Lembaga Pendidikan, baik informal maupun pendidikan formal khususnya pada kelas-kelas permulaan Sekolah Dasar.

Melihat peranan bahasa Muna yang cukup besar , maka salah satu usaha untuk membina dan memelihara bahasa tersebut adalah dengan penelitian. Penelitian ini diharapakan akan sangat bermanfaat dalam rangka usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Muna dan merupakan pengejawantahan makna pernyataan Undang –Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36. Di pihak lain. Di pihak lain penelitian ini diharapkan pula mengemukakan deskripsi tentang proses morfologi nomina dalam bahasa daerah muna yang selanjutnya akan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber dalam pembinaan dan pengembangan bahasa nasional, bahasa Indonesia, seperti yang diperankan oleh bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.

Dalam kebahasaan sebenarnya masih cukup banyak belum digarap. Dalam bidang morfologi saja masih banyak permasalahan bahasa Muna yang perlu segera diselesaikan. Namun, tentu saja tidak akan sekaligus dapat kita selesaikan semua masalah itu karena berbagai hambatan dan keterbatasan yang kita miliki. Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya digarap sebuah aspek kecil saja dari bidang morfologi itu, yakni yang berkaitan dengan nomina bahasa Muna.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana proses morfologi nomina dqalam Bahasa Muna?

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1.2.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memperoleh data deskriptif yang lengkap tentang proses morfologi nomina bahasa Muna.

1.2.2 manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumbangan dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa, baik untuk    bahasa Muna itu sendiri maupun untuk bahasa Nasional, bahasa Indonesia.

2. Sebagai bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk mengadakan penelitian      

    lanjutan yang lebih mendalam.

3. Membantu siswa dwibahasawan Muna – Indonesia dalam memahami struktur bahasa Muna sehingga dapat mengatasi kemungkinan terjadinya interferensi bahasa Muna terhadap bahasa Indonesia.

1.3 Ruang Lingkup

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian di atas maka ruang lingkup penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut (1) ciri nomina bahasa Muna yang terdiri atas ciri morfologis, ciri sintaksis dan ciri semantis, (2) bentuk nomina; (3) fungsi dan makna nomina dalam hubungannya dengan afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan.
1.4 Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk deskripsi sehingga secara keseluruhan diklarifikasikan menjadi lima bagian utama atau bab, yakni sebagai berikut:
Pendahuluan, yakni uraian mengemukakan tentang masalah dan tujuan penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangkan adalah (1) latar belakang dan masalah (2) tujuan dan manfaat penelitian, (3) ruang lingkup penelitian, (4) sistematika penulisan.
Landasan teori, yakni uraian yang mengemukakan tentang teori –teori yang mendasari penelitian ini. Dengan demikian, pokok-pokok yang dikembangkan adalah: (1) morfologi , (2)morfem dan kata, (3) proses morfologi ,(4) morfofonemik, (5) batasan dan ciri nomina.
Metode dan prosedur penelitian yakni uraian mengemukakan tentang cara kerja dalam penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangkan adalah : : (1) sumber data, (2) metode dan teknik pengumpulan data, (3) prosedur penelitian, (4) Teknik analisis data.
Data dan analisis data yakni bagian yang menguraikan tentang hasil penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangkan adalah (1) ciori nomina baik ciri morfologis, ciri sintaksis maupun ciri semantisnya, (2) bentuk nomina, (3) fungsi dan makna nomina.
Simpulan dan saran yakni uraian yang mengemukakan penemuan hal-hal penting serta langkah-langkah yang dianjurkan untuk penerapan hasil penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangakan adalah (1) simpulan, dan (2) saran

BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam penelitian ini diterapakan teori linguistik struktural dengan berpedoman pada buku –buku linguistik yang relevan. Pemilihan teori ini sebagai acuan berdasarkan alasan bahwa analisis proses morfologi nomina termasuk ke dalam analisis struktural bahasa dan penelitian ini bersifat deskripsi.
Teori yang dikemukakan pada tulisan-tulisan itu terutama bagian-bagian yang diterapkan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
2.1 Morfologi
Pengertian morfologi yang dijadikan acuan adalah pendapatan para ahli bahasa sebagai berikut:
Morfologi is the study of morphemes and their arrangements in forming words. Morphemes and the minimal meaningflunits which my contute words or partt of woeds, c.q.re-, -un, ish, -ly, -coive, demand, untie, boyish, likely. The morphemes arrangements wich are treated, under, the morfologi of a language include all combinations that form words or part of words(Nida dalam Mursalin, 1992:4).
Morfologi adalah studi tentang morfem dan prosesnya dalam pembentukan kata. Morfem adalah satuan –satuan terkecil yang mengandung makna yang dapat berupa kata atau bagian kata, seperti re-, de-, un-, -ish, -ly, -coive,-mand, tie, boy, and like dalam gabungan receive, demand, untie, boyish, likely. Susunan morfem yang dibicarakan suatu bahasa termasuk semua gabungan yang membentuk kata atau bagian kata.
Ramlan (1987:21) mengemukakan ,” Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata”.
Harimurti Kridalaksana dalam kamus Linguistik, membatasi pengertian morfologi sebagai, “ Bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi –kombinasinya”. Atau “ Bagian dari struktur bahasa yang mencangkup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem”, (1984:129).
Dari defenisi-defenisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa morfologi adalah salah satu cabang dari ilmu bahasa atau linguistik yang secara khusus mempelajari seluk-beluk morfem serta gabungan antara morfem-morfem.
Sebagai ilustrasi akan dikemukakan proses pembentukan kata dasar mate menjadi kafekamate. Kata dasar mate ‘mati’ diberi awalan kan- menjadi kamate ‘yang mati’. Awalan kan- pada kata kamate dapat menerima awalan fe- sehingga terbentuk kata fekamate ‘matikan’. Awalan fe- masih dapat pula menerima awalan ka- berikutnya sehingga terbentuklah kata kafekamate ‘alat untuk mematikan’.
2.2 Morfem dan Kata
2.2.1 Morfem
Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil, satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya( Ramlan,1987:32). Harimurti Kridalaksana(1984:128) menyebutkan bahwa “ Morfem adalah satuan bahas terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian yang bermakna yang lebih kecil , misalnya ter-, di-, pensil dan sebagainya adalah morfem”. Sedangkan Samsuri (1982:170) menyebutkan bahwa “ Morfem adalah komposit bentuk pengertian yang terkecil yang sama atau mirip yang berulang”.
Bentuk rumah adalah sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi bentuk terkecil yang mengandung makna. Bentuk meN- juga sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi beberapa bentuk terkecil yang mengandung makna. Dalam pemakaianya, baik bentuk rumah maupun bentuk meN- selalu berulang, baik untuk yang sama maupun mirip seperti dalam pemakaian pada rumahnya, perumahan, berumah, menulis, membaca, mengarang, dan sebagainya.
Bentuk linguistik itu ada yang merupakan bentuk bebas dan ada pula yang merupakan bentuk terikat. Setiap bentuk linguistik yang berupa bentuk tunggal, baik itu berupa bentuk bebas maupun bentuk terikat, merupakan sebuah morfem. Oleh karena itu, morfem ada yang merupakan morfem bebas dan ada pula yang morfem terikat. Morfem bebas ialah morfem yang berupa bentuk tunggal bentuk bebas, misalnya lari, duduk,makan, meja, kursi, kamar; dan morfem terikat adalah semua bentuk tunggal bentuk terikat, misalnya di-, ke-, dari, ber-, pen-, ter_.
2.2.2 Kata
Kata adalah kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagiannya, dan yang mengandung suatu ide ( Gorys Keraf,1984:53). Sedangkan Ramlan (1987:33) mengatakan, “Kata ialahsatuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata”. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, pendudukan, negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, mencampuradukan, mempertanggungjawabkan, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing merupakan satuan bebas.

Dalam Kamus Linguistik dijelaskan bahwa:
Kata adalah (1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas: (2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal (mis: batu, rumah, datang dsb.) atau gabungan morfem (mis: pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa dsb.) ( Harimurti Kridalaksana,1984:89).
2.3 Proses Morfologis
Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya,(Ramlan,1987:51) atau cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain( Samsuri,1987:55). Proses pembentukan kata itu ada bermacam-macam diantaranya afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.

2.3.1 Afiksasi
Afiksasi adalah pembentukan kata dengan jalan pembubuhan afiks pada suatu bentuk. Afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru(Ramlan, 1987:55).
Dalam Kamus Linguistik dijelaskan bahwa” Afiksasi adalah proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas( Harimurti Kridalaksana,1984:24).
Ramlan (1987:54), menjelaskan bahwa” Proses pembubuhan afiks ialah afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata”. Misalnya pembubuhan kata afiks ber- pada jalan menjadi berjalan, pada sepeda menjadi bersepeda, pada gerilya menjadi bergerilya; pembubuhan afiks meN- pada tulis menjadi menulis, pada cuci menjadi mencuci, pada baca manjadi membaca.

2.3.2 Reduplikasi
Reduplikasi atau pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan jalan pengulangan bentuk, baik seluruhnya ataupun sebagian, baik dengan fariasi fonem atau tidak. Hasil reduplikasi ini disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang itu merupakan bentuk dasar. Misalnya kata ulang rumah-rumah dari bentuk dasar rumah, kata ulang perumahan-perumahan dibentuk dari bentuk dasar perumahan, kata ulang berjalan-jalan dibentuk dari bentuk dasar berjalan, kata ulang bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik.
2.3.3 Pemajemukan
Kata majemuk adalah kata yang terdiri atas dua kata atau lebih sebagai unsurnya (Ramlan,1987:76). Sedangkan Samsuri (1987:199) mengemukakan bahwa” Kata majemuk ialah konstruksi yang terdiri atas dua morfem atau lebih atau dua kata atau lebih: konstruksi ini bisa berupa akar + akar, pokok+pokok, atau akar + pokok (pokok + akar), yang mempunyai suatu pengertian.”
Akhirnya berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dikemukakan ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
Gabungan itu membentuk suatu arti baru.
Gabungan itu dalam hubungannya keluar membentuk satu pusat yang menarik keteramgan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
Biasanya terdiri dari kata-kata dasar.
Frekuensi pemakaiannya tinggi.
Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris terbentuk menurut hukum DM (Diterangkan mendahului menerangkan), (Gorys Keraf,1984:126).
Apabila dua morfem berhubungan atau diucapakan yang satu sesudah yang lain, sering terjadi perubahan fonem yang bersinggungan. “ Studi tentang perubahan-parubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih itu serta pemberian tanda-tandanya disebut morfofonemik”(Samsuri,1987:201). Sedangkan Ramlan( 1987:35) menyebutkan “ Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem yang satu dengan morfem yang lain”.
Misalnya pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan bentuk mengajar. pada proses morfologis ini telah terjadi perubahan fonem pada morfem ber-, yakni fonem /r/ berubah menjadi/l/. Pertemuan morfem meN- dengan morfem lihat menghasilkan kata. Di sini telah terjadi perubahan fonem dari morfem meN- menjadi me-. Perubahan-perubahan fonem akibat pertemuan dua morfem atau lebih disebut morfofonemis, sedangkan tanda huruf kapital (seperti pada meN-) yang pada realitas fonemis biasa berupa beberapa macam fonem disebut morfofonem.
Proses morfofonemik bahasa Muna sulit di jumpai. Satu-satunya prefiks yang mengalami proses morfofonemik ialah prefiks kaN-. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
kaN- +/tofa/ ‘cuci’ /katofa/ ‘cucian’
kaN- + /tunu/ ‘bakar kantunu/ ‘yang dibakar’
kaN- + /tisa/ ‘tanam’ /kantisa/ ‘yang ditanam’
kaN- + /tolau/ ‘terlanjur’ /kantolau/ ‘nazar’
kaN- +/kuni/’ kuning’ /kangkuni/ ‘yang kuning’
kaN- + /pooli/ ‘dapat’ /kampooli// ‘yang didapat’
kaN- + /tapu/ ‘ikat’ /katapu/ ‘ikatan’

2.5 Batasan dan Ciri Nomina
Nomina sebagai salah satu kelas kata dapat dapat diidentifikasi berdasarakan ciri-ciri yang membedakannya dengan kelas kata yang lain. Batasan mengenai nomina telah diberikan oleh para pakar bahasa dengan dasar ciri tertentu yang menggunakan istilah yang bervariasi.
Gorys Keraf(1984:86) mengemukakan ,“Segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yangt + kata sifet adalah kata benda”. Sedangkan Ramlan mengemukaksn, “Nomina dalah semua kata yang dapat tempat objek dan apabila Ia dinegatifkan, maka dinegatifkan dengan kata bukan”(dalam Prawirasumantri,1986:74). Harimurti Kridalaksana (1990:66) mengemukakan, “Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk (1)bergabung dengan partikel tidak, (2)mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari’.
Sejalan dengan definisi terebut di atas, dalam Tata Bahasa Baku Indonesia (1988:152) dijelaskan sebgai berikut:
Nomina yang serimg juga disebut kata benda dapat dilihat dari dua segi, yakni segi semantis dan segi sintaksis.dari segi semantis kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, kucing,meja dan kebangsaan adalah nomina. Dari segi sintaksisnya, nomina mempunyai ciri-ciri tertentu: (1)Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat. Pemerintah akan memantapkan perkembangan dalam nomia. Kata pekerjaan dalam kalimat, Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina. (2)Nomina tidak dapat dijadikan bentuk ingkar dan tindak. Kata pengingkarnya ialah bukan tidak pernah berkontras dengan tidak. (3)Nomina lazimnya dapat diikuti oleh adjektiva baik secara langsung maupun dengan perantaraan kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru, rumah mewah atau buku yang baru, dan rumah yang mewah.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data
Objek penelitian ini adalah bahasa Muna yang di pakai di daratan Pulau Muna oleh masyarakat Desa Lalemba di Kecamatan Lawa.
Sumber data yang menjadi sasaran penelitian ini adalah pemakai Bahasa Muna pada umumnya yang berdomisili di kecamatan Lawa khususnya Desa Lalemba.
Penentuan penutur sebagai informan dilakukan secara khusus sesuai denganj sifat dan tujuan penelitian ini. Oleh karena penelitian ini bertujuan memberikan analisis dekriptif struktur bahasa, informan dianggap tidak perlu diambil dalam jumlah yang besar dan tidak diperlukan lebih dari satu informan yang baik atau representatif(Samarin, dalam Kadir Mulya, 1990: 7). Namun, untuk lebih aman dan kesahihan maka dalam penelitian ini menggunakan beberapa informan di samping peneliti sendiri sebagai penutur sendiri bahasa Muna.
Untuk mendapat data yang representatif penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
Informan adalah penutur asli bahasa Muna yang ucapannya jelas dan fasih.
Informan sudah dewasa (30-50).
Memiliki organ artikulasi yang masih utuh.
Informan tidak meiliki cacat bicara seperti gagap, cadel, dan sebagainya.
Informansi bersedia diwawancarai dan mempunyai waktu yang cukup.

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dan keputusan dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Elisitasi
Teknik ini menggunakan pertanyaan langsung dan terarah yang ditujukan kepada informan untuk memperoleh ujaran atau kalimat yang bertalian dengan masalah yang diteliti.

Perekaman
Teknik perekaman digunakan untuk melengkapi data yang terkumpul melalui teknik eliitasi. Rekaman dapat dilakukan dengan rekaman pilihan dan rekaman spontan. Rekaman spontan ialah rekaman yang diambil dengan tidak mementingkan masalah yang dibicarakan seperti pembicaraan atau obrolan spontan. Sedangkan rekaman pilihan ialah rekaman yang dilakukan dengan memprsiapkan terlebih dahulu masalah yang akan dibicarakan untuk direkam.
Pengumpulan Bahan Tertulis
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan tertulis mengenai bahasa daerah Muna, seperti naskah-naskah hasil penelitian tentang bahasa Muna khusnya pada penutur asli yang berdomisili di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna.
3.3 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam empat tahap, yakni tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap koreksi dan seleksi data dan tahap analisis data.
3.3.1 Tahapan Persiapan
Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, ada beberapa persiapan yang telah dilakukan. Persiapan tersebut meliputi uasaha pengurusan surat izin (rekomendasi) penelitian dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo Kendari. Rekomendasi tersebut kemudian dilangsungkan pada Kantor Direktorat Sosial Politik Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara, dan selanjutnya pada Kantor Sosial Politik Daerah Tingkat I Kabupaten Muna. Kemudian dilangsungkan kepada Kepala Wilayah Kecamatan Lawa selaku penanggungjawab terhadap lokasi yang menjadi sasaran penelitian.
3.3.2 Tahap Pengumpulan Data
Setelah izin penelitian diperoleh dan persiapan lainnya sudah siap, maka pengumpulan data akan dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2011 – 20 Juli 2011. Pengumpulan data dilakukan dengan jalan memberikan pertanyaan langsung dan terarah yang ditujukan kepada informan sehingga memperoleh data yang diinginkan.


3.3.3 Tahap Koreksi dan Seleksi Data
Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah tahap koreksi dan seleksi data. Pada tahap ini, semua data mentah dikoreksi dan diseleksi untuk menentukan mana yang dapat dijadikan sebagai data dan mana yang tidak dapat dijadikan sebagai data.3.3.4 Tahap

Analisis Data
Pada tahap ini data yang diperoleh di lapangan dianalisis secara teliti dan cermat. Setiap ujaran yang terekam dan kata-kata yang tertulis diklasifikasikan berdasarkan ruang lingkup masalah penelitian. Klasifikasi tersebut meliputi:
Analisis data untuk menentukan ciri-ciri nomina bahasa Muna.
Analisis data untuk menentukan bentuk-bentuk nomina,
Analisis data untuk menentukan fungsi dan makna nomina.

3.4 Teknik Analisis Data
Oleh karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah linguistik struktural, maka teknik analisis yang digunakan adalah teknik analaisis yang biasa digunakan dalam linguistik deskriptif struktural.
Adapun pendekatan yang dipakai dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah didasarkan pada prinsip-prinsip analisis deskriptif seperti dikemukakan oleh Nida, yakni
Analisis deskriptif didasarkan pada apa yang diujarkan orang. Implikasi prinsip ini adalah bahwa data yang dianalisis berupa data lisan, sedangkan data tertulis dipandang sebagai data pelengkap.
Bentuk (form) adalah primer, sedangkan pemakaian adalah sekunder. Prinsip ini digunakan untuk menetapkan tahap analisis terutama dalam menetapkan imbuhan.
Tidak ada bagian ujaran yang dapat diberikan secara tuntas tanpa mengaitkannya dengan bagian-bagian ujaran lainnya. Prinsip ini dapat digunakan untuk membenarkan adanya konstruksi morfologis yang demi ketuntasan perlu dikaitkan dengan konsrtruksi di atasnya, yakni konstruksi sintaksis.
Bahasa itu terus-menerus mengalami perubahan. Prinsip ini dipergunakan untuk membenarkan fluktuasi bentuk-bentuk kata atas pengaruh idiolek. Dengan demikian bentuk-bentuk yang berfluktuasi itu dapat dipandang sebagai leksikon yang sama(dalam Muthalib, 1993:8-9).

MAKNA LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL

 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat).

Contoh:

rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia

makan : mengunyah dan menelan sesuatu

makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan

Makna leksikal kata-kata tersebut dimuat dalam kamus. Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).

Contoh:

berumah : mempunyai rumah

rumah-rumah : banyak rumah

rumah makan : rumah tempat makan

rumah ayah : rumah milik ayah


Makna Denotasi dan Konotasi

Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.

Contoh:

merah : warna seperti warna darah.

ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.

Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.

Contoh:

Makna dasar Makna tambahan

(denotasi) (konotasi)

merah : warna ………………………. berani; dilarang

ular : binatang ……………………..menakutkan/ berbahaya

Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.

Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.

Contoh:

Konotasi positif Konotasi negatif

suami istri laki bini

tunanetra buta

pria laki-laki

Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.


Hubungan Makna

1. Sinonim

Sinonim ialah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama.

Contoh:

a. yang sama maknanya

sudah - telah

sebab - karena

amat - sangat

b. yang hampir sama maknanya

untuk – bagi – buat – guna

cinta – kasih – sayang

melihat – mengerling – menatap – menengok

2. Antonim

Antonim ialah kata-kata yang berlawanan maknanya/ oposisi.

Contoh:

besar >< kecil

ibu >< bapak

bertanya >< menjawab

3. Homonim

Homonim ialah dua kata atau lebih yang ejaannya sama, lafalnya sama, tetapi maknanya berbeda.

Contoh:

bisa I : racun

bisa II : dapat

kopi I : minuman

kopi II : salinan

4. Homograf

Homograf adalah dua kata atau lebih yang tulisannya sama, ucapannya berbeda, dan maknanya berbeda.

Contoh:

tahu : makanan

tahu : paham

teras : inti kayu

teras : bagian rumah

5. Homofon

Homofon ialah dua kata atau lebih yang tulisannya berbeda, ucapannya sama, dan maknanya berbeda.

Contoh:

bang dengan bank

masa dengan massa

6. Polisemi

Polisemi ialah suatu kata yang memilki makna banyak.

Contoh:

a. Didik jatuh dari sepeda.

b. Harga tembakau jatuh.

c. Peringatan HUT RI ke-55 jatuh hari Minggu.

d. Setiba di rumah dia jatuh sakit.

e. Dia jatuh dalam ujiannya.

7. Hiponim

Hiponim ialah kata-kata yang tingkatnya ada di bawah kata yang menjadi superordinatnya/ hipernim (kelas atas).

Contoh: Kata bunga merupakan superordinat, sedangkan mawar, melati, anggrek, flamboyan, dan sebagainya merupakan hiponimnya. Hubungan mawar, melati, anggrek, dan flamboyan disebut kohiponim.

Makna Idiomatis

Idiom ialah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan unsur makna yang membentuknya.

Contoh:

(1) selaras dengan (2) membanting tulang

insaf akan bertekuk lutut

berbicara tentang mengadu domba

Pada contoh (1) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang, dengan kata-kata yang digabungkannya merupakan ungkapan tetap. Jadi, tidak tepat jika diubah atau digantikan, misalnya menjadi:

selaras tentang

insaf dengan

berbicara akan

Demikian pula contoh (2), idiom-idiom tersebut tidak dapat diubah misalnya menjadi:

membanting kulit

bertekuk paha

mengadu kambing

Perubahan Makna

1. Perluasan Makna (generalisasi)

Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.

Contoh:

makna lama makna baru

bapak: orang tua laki-laki semua orang laki-laki yang lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi.

saudara: anak yang sekandung semua orang yang sama umur/ derajat.

2. Penyempitan Makna (Spesialisasi)

Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/ luas ke yang lebih khusus/ sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih sempit daripada makna lama (semula).

Contoh:

makna lama: makna baru:

sarjana : cendikiawan . lulusan perguruan tinggi

pendeta : orang yang berilmu guru Kristen

madrasah : sekolah sekolah agama Islam


3. Peninggian Makna (ameliorasi)

Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tingg/ hormat/ halus/ baik nilainya daripada makna lama.

Contoh:

makna lama: makna baru:

bung : panggilan kepada orang laki-laki panggilan kepada pemimpin

putra : anak laki-laki lebih tinggi daripada anak

4. Penurunan Makna (Peyorasi)

Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih rendah/ kurang baik/ kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama.

Contoh:

makna lama: makna baru:

bini: perempuan yang sudah dinikahi lebih rendah daripada istri/ nyonya

bunting: mengandung lebih rendah dari kata hamil

5. Persamaan (asosiasi)

Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan makna baru.

Contoh:

makna lama: makna baru:

amplop : sampul surat uang sogok

bunga : kembang gadis cantik

Mencatut: mencabut dengan catut menarik keuntungan

6. Pertukaran (sinestesia)

Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.

Contoh:

suaranya terang sekali (pendengaran penglihatan)

rupanya manis (penglihat perasa)

namanya harum (pendengar pencium)

 Kata Umum dan Kata Khusus

Kata umum ialah kata yang luas ruang lingkupnya dan dapat mencakup banyak hal, sedangkan kata khusus ialah kata yang sempit/ terbatas ruang lingkupnya.

Contoh:

Umum : Darta menggendong adiknya sambil membawa buku dan sepatu.

Khusus : Darta menggendong adiknya sambil mengapit buku dan sepatu.

Umum : Bel berbunyi panjang tanda pelajaran habis.

Khusus : Bel berdering panjang tanda pelajaran habis.

Makna leksikal dan makna gramatikal

Makna leksikal adalah makna dasar sebuah kata yang sesuai dengan kamus. Makna dasar ini melekat pada kata dasar sebuah kata. Makna leksikal juga dapat disebut juga makna asli sebuah kata yang belum mengalami afiksasi (proses penambahan imbuhan) ataupun penggabungan dengan kata yang lain. Namun, kebanyakan orang lebih suka mendefinisikan makna leksikal sebagai makna kamus. Maksudnya, makna kata yang sesuai dengan yang tertera di kamus. perhatikan contoh berikut ini:

(a) rumah

(b) berumah

Contoh yang pertama (a) merupakan kata dasar yang belum mengalami perubahan. Berdasarkan kamus KBBI makna kata “rumah” adalah bangunan untuk tempat tinggal. Sedangkan contoh kedua (b) merupakan kata turunan. Contoh yang kedua (b) mempunyai arti yang berbeda dengan makna yang pertama (a) meskipun kata dasarnya sama, yaitu rumah. Penambahan prefiks atau awalan pada kata “rumah” membuat makna “rumah” berubah tidak sekedar bangunan untuk tempat tinggal tetapi menjadi memiliki bangunan untuk tempat tinggal. 
Contoh yang kedua inilah yang dinamakan dengan makna gramatikal. Jadi, Makna gramatikal adalah makna kata yang terbentuk karena penggunaan kata tersebut dalam kaitannya dengan tata bahasa. Makna gramatikal muncul karena kaidah tata bahasa, seperti afiksasi, pembentukan kata majemuk, penggunaan kata dalam kalimat, dan lain-lain.


MENULIS NARASI

MENULIS NARASI.

1 Pengertian Narasi

”Narasi adalah bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri
pe­ristiwa itu” (Keraf, 1987:135). Suatu peristiwa atau suatu proses dapat juga disajikan dengan mempergunakan metode deskripsi. Oleh karena itu narasi sulit sekali dibedakan dari deskripsi. Sebab itu, mesti ada unsur lain yang diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian pengertian narasi itu mencakup du unsur dasar. Unsur yang terpenting dalam sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rang­­kaian waktu.
Apa yang telah terjadi tidak lain daripada tindak-tanduk yang dilakukan oleh orang-orang atau tokoh-tokoh dalam suatu rangkaian waktu. Bila deskripsi meng­gambarkan suatu objek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkain waktu.
Menurut Parera (1984:3) karangan narsi adalah suatu bentuk pengalaman karangan dan tulisan yang bersifat menterahkan suatu berdasarkan perkembangannya dari waktu ke waktu. Narasi mementingkan urutan kronologis dari suatu peristiwa atau kejadian serta masalah. Pengarang bertindak sebagai seorang sejarahwan atau tukang cerita.

Berdasarkan uraian di atas narasi dibatasi sebagai bentuk tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian periawa atau pengalaman yang dialami manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Atau dapat juga dirumuskan narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusah dengan sejelas-jelasnya kepada pem­baca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi dibagi menjadi dua, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif.

Narasi Ekspositoris

Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk
me­ngetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya berupa perluasan pengetahuan para pem­baca sesudah membaca kisah tersebut. Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi
eks­positoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan ke­pada para pembaca atau pendengar. Runtun kejadian atau peristiwa yang disajikan untuk me­nyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca, tidak perduli apakah disampaikan secara tertulis ataupun lisan.
Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapt pula bersifat generalisasi. Narasi yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara ber­ulang-ulang. Dengan melaksanakan tipe kejadian itu secara berulang-ulang, maka se­seorang dapat memperoleh kemahiran yang tinggi mengenai hal itu. Sedangkan narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena ia merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja.

Narasi Sugestif

Narasi sugerti berusaha memberi makna atas oerisriwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasarannya adalah makna peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinasi). Narasi segestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Pembaca dapat menarik suatu makna baru diluar apa yang di­ungkapkan secara eksplisit. Sesuatu yang eksplisit adalah suatu yang tersurat mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak, sedangkan makna yang baru adalah se­suatu yang tersirat. Semua obyek dipaparkan sebagai suatu rangkaian gerak, kehidupan para tokoh dilukiskan dalam satuan gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu ber­ubah dari waktu ke waktu. Makna yang baru akan dijelaskan dipahami sesudah narasi itu dibaca, karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu.
Dengan demikian narasi tidak berceritera atau memberikan komentar mengenai se­buah cerita, tetapi ia justru mengisahkan suatu cerita atau kisah. Seluruh kejadian yang disajikan menyiapkan pembaca kepada suatu perasaan tertentu untuk mengahadapi suatu peristiwa yang berada di depan matanya. Narasi menyediakan suatu kematangan mental. Kesiapan mental itulah yang melibatkan para pembaca bersama perasaannya, bahkan melibatkan simpati atau antipati mereka pada kejadian itu sendiri. Inilah makna yang tersirat dalam seluruh rangkaian kejadian itu.

Beberapa Bentuk Khusus Narasi

Berdasarkan bentuknya narsi dibedakan menjadi dua yaitu narasi fiktif dan narasi nonfiktif. Bentuk-bentuk narasi yang terkenal yang biasa dibicarakan dalam
hu­bungan dengan kesusastraan adalah roman, novel, cerpen, dongeng (narasi fiktif) dan sejarah, biografi, autobiografi (narasi nonfiktif).
Disamping itu ada, sedikit ciri dari dua bentuk yang sering disebut, yaitu biografi dan autobiografi. Pengertian autobiografi dan biografi sudah sering diungkapkan. Per­bedaannya terletak dalam masalah naratornya (pengisahannya), yaitu siapa yang ber­kisah dalam bentuk wacana ini. Pengisahan dalam autobiografi adalah tokohnya sendiri, sedangkan pengisahan dalam biografi adalah orang lain. Namun keduanya mempuyai ke­­samaan, yaitu menyampaikan kisah yang menarik mengenai kehidupan dan pe­ngalaman-pengalaman pribadi.
Karena wacana ini mengisahkan pengalaman-pengalaman dan kehidupan pribadi seseorang, maka pola umum yang dikembangkan disana adalah riwayat hidup pribadi se­seorang, urutan-urutan peristiwa atau tindak tanduk yang mempunyai kaitan dengan kehidupan seorang tokoh. Sasaran utama autobiografi dan biografi adalah menyajikan atau mengemukakan peristiwa-peristiwa yang dramatis, dan berusaha menarik manfaat dari seluruh pengalaman pribadi yang kaya raya itu bagi pembaca dan anggota masyarakat lainnya.
Karena autobiografi dan biografi mengisahkan suka-duka dan pengalaman se­orang secara faktual maka dapat dijamin keautentikan dan citarasa kehidupan yang se­sungguhnya, terutama yang menyangkut perincian lingkungan yang nyata se­bagaimana dikemukakan pengarang. Terlepas dari mana wujud dramatik dan saat-saat tegang yang dihadapi sang tokoh, riwayat hidup dalam kedua macam bentuk narasi ter­sebut biasanya dijalin dan dirangkaikan secara manis, langsung, dan sederhana, serta cara men­ceriterakannya juga menarik perhatian pembaca.

Hubungan Narasi Dengan Wacana Lain

 Narasi sebagai suatu bentuk wacana, dapat menjadi suatu bentuk tulisan yang berdiri sendiri, tetapi dapat juga menyerap bentuk lainnya. Dalam narasi dapat di­jumapai unsur-unsur argumentasi, eksposisi, dan deskripsi. Demikian juga sudah di­kemukakan, bahwa bentuk-bentuk wacana lain seperti argumentasi, eksposisi, dan deskripsi dapat juga mengandung unsur-unsur naratif.
Sebagai contoh bahwa narasi berhubungan dengan wacana lainnya dapat kita lihat dari roman atau novel, yang megisahkan bagaimana segerombolan penjahat me­lakukan perampokan dan penculikan. Kerangka umum dari novel atau roman itu tetap merupakan narasi. Tetapi menyangkut cara merampok, bagaimana mengusai medan, bagaimana menangani sandra yang ditahan, semuanya diungkapkan dengan metode eksposisi, yaitu untuk memberikan informasi yang tepat bagaimana melaksanakan ke­giatannya. Gambaran mengenai situasi gedung, tempat penjagaan, atau lainnya disajikan dengan mempergunakan metode deskripsi. Pada waktu memperdebatkan metode-metode itu anggota gerombolan bisa beralih ke argumentasi untuk menunjukkan
ke­lemahan-kelemahan metode yang dikemukakan kawannya, dan seterusnya anggota tadi berusaha mengemukakan cara-cara yang lebih aman dan meyakinkan.


KEMAMPUAN MEMBACA KRITIS CERPEN DENAGN STRATEGI SQ4R DAN JIGZAW

KEMAMPUAN MEMBACA KRITIS CERPEN DENAGN STRATEGI SQ4R DAN JIGZAW

Membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa lepas dari menyimak, berbicara, dan menulis. Untuk memperoleh pemahaman yang akurat, pembaca menyimak bahan yang dibaca sambil mencatat perolehannya. Setelah itu, pembaca mengkomunikasikan hasil bacaannya secara lisan. Dengan demikian membaca merupakan keterampilan berbahasa yang saling berkaitan.

Selanjutnya Syafii (1993:25) mengatakan bahwa keterampilan membaca tidak hanya dibutuhkan oleh masyarakat akademi saja tetapi juga dibutuhkan oleh siapa saja yang memerlukan informasi dari media cetak. Dengan demikian membaca telah menjadi kebutuhan dan bagian dari gaya hidup bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini didasarkan pada semakin banyaknya orang yang merasakan manfaat dari keterampilan membaca.

Membaca merupakan suatu proses, yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media tulis (Tarigan,2000). Perolehan pesan itu merupakan kegiatan yang menuntut keaktifan pembaca. Di dalam diri pembaca ada aktivitas berpikir. Dalam proses berpikir inilah pembaca memerlukan kemampuan dalam mengelola bahan bacaan secara kritis untuk menentukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat maupun makna tersiratnya, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, mensintesis, dan menilai. Dengan pemahaman ini, siswa diharapkan terampil memprediksi isi teks bacaan dengan melihat judul, menilai kesesuaian judul dengan isi bacaan, menilai keutuhan gagasan, menemukan tujuan pengarang, menyusun ikhtisar, dan membuat simpulan (Nurhadi, 1996).

Sejalan dengan itu, Saksomo Dwi mengatakan bahwa membaca kritis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dengan tujuan untuk menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna baris-baris bacaan, makna antarbaris, dan makna di balik baris.

Kegiatan membaca kritis yang dapat dilakukan antara lain: menemukan informasi faktual, menemukan unsur urutan, unsur perbandingan, unsur sebab akibat yang tersirat, membuat kesimpulan, menemukan tujuan pengarang, membedakan opini dan fakta, menilai keutuhan antargagasan, menilai keruntutan gagasan, membuat kerangka bahan bacaan, baik makna baris-baris bacaan, makna antarbaris, dan makna di balik baris.

Membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa lepas dari menyimak, berbicara, dan menulis. Untuk memperoleh pemahaman yang akurat, pembaca menyimak bahan yang dibaca sambil mencatat perolehannya. Setelah itu, pembaca mengkomunikasikan hasil bacaannya secara lisan. Dengan demikian membaca merupakan keterampilan berbahasa yang saling berkaitan.




Selanjutnya Syafii (1993:25) mengatakan bahwa keterampilan membaca tidak hanya dibutuhkan oleh masyarakat akademi saja tetapi juga dibutuhkan oleh siapa saja yang memerlukan informasi dari media cetak. Dengan demikian membaca telah menjadi kebutuhan dan bagian dari gaya hidup bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini didasarkan pada semakin banyaknya orang yang merasakan manfaat dari keterampilan membaca.

Membaca merupakan suatu proses, yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media tulis (Tarigan,2000). Perolehan pesan itu merupakan kegiatan yang menuntut keaktifan pembaca. Di dalam diri pembaca ada aktivitas berpikir. Dalam proses berpikir inilah pembaca memerlukan kemampuan dalam mengelola bahan bacaan secara kritis untuk menentukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat maupun makna tersiratnya, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, mensintesis, dan menilai. Dengan pemahaman ini, siswa diharapkan terampil memprediksi isi teks bacaan dengan melihat judul, menilai kesesuaian judul dengan isi bacaan, menilai keutuhan gagasan, menemukan tujuan pengarang, menyusun ikhtisar, dan membuat simpulan (Nurhadi, 1996).

Sejalan dengan itu, Saksomo Dwi mengatakan bahwa membaca kritis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dengan tujuan untuk menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna baris-baris bacaan, makna antarbaris, dan makna di balik baris.

Kegiatan membaca kritis yang dapat dilakukan antara lain: menemukan informasi faktual, menemukan unsur urutan, unsur perbandingan, unsur sebab akibat yang tersirat, membuat kesimpulan, menemukan tujuan pengarang, membedakan opini dan fakta, menilai keutuhan antargagasan, menilai keruntutan gagasan, membuat kerangka bahan bacaan, baik makna baris-baris bacaan, makna antarbaris, dan makna di balik baris.

KATA DEPAN

KATA DEPAN (PREPOSISI)

Kata depan atau preposisi berasal dari berasal dari bahasa Latin yang dibentuk oleh kata prae bearti ‘sebelum’ dan kata ponere bearti ‘menempatkan, tempat’). Dalam bahasa Inggris kata depan disebut preposition, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut voorzetsel.
Mengapa disebut kata depan? Karena kata depan digunakan di muka kata benda untuk merangkaikan kata benda itu dengan bagian kalimat lain. Istilah kata depan juga dipakai oleh Ramlan yang mempunyai arti: kata-kata yang berfungsi sebagai penanda dalam frase eksosentrik, secara semantik kata depan digunakan untuk menandai makna ’alat’, ’peserta’, ’cara’, ’asal’, ’bahan’, ’sebab’, ’alasan’, ’unsur’, dan ’perbandingan’.
Kata depan lebih dikenal dengan sebutan preposisi. Preposisi adalah kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba di dalam suatu klausa (Abdul Chaer, 2008: 96).
Kata depan mempunyai fungsi sangat penting sebab turut serta mengarahkan arti atau maksud kalimat (Sudarno dan Eman, 1986: 30). Maksudnya, jika suatu kalimat harus menggunakan ata depan, tetapi kata itu tidak digunakan, maka arti kalimat akan berubah bahkan ada yang tidak dipahami lagi maknanya.


KATA DEPAN

Kata depan adalah kata yang menghubungkan kata benda dengan kata lain, serta sangat menentukan sekali sifat penghubungnya. Kata depan erat hubungannya dengan kedudukan, arah, maupun tujuan. Kata depan dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a) Kata depan sejati : Di, ke, dari. Kata depan ini dipergunakan untuk merangkaikan kata-kata yang merangkaikan tempat dan sesuatu yang dianggap tempat. Contoh : Di Sidoarjo, ke pasar, dari sekolah dll.
b) Kata depan majemuk : Di atas, ke sana, di bawah, ke muka, dari pada dll.
c) Kata depan yang lain : Bagi, pada, untuk, sebab, serta, sampai, oleh, perihal, dengan, karena, akan, demi, guna,untuk, buat, terhadap, antara, tentang, hingga dll.
Ada beberapa kata depan istimewa yang perlu dijelaskan yaitu :
Akan => kata depan akan dapat menduduki beberapa macam fungsi :
a) Pengantar objek, contoh :
- Ia tidak tahu akan persoalan itu
- Dia lupa akan semua kejadian itu
b) Untuk menyatakan akan terjadinya sesuatu, contoh :
- Saya akan pergi ke Sidoarjo
- Ibu akan datang besok
c) Untuk penguat atau penentu, contoh :
- Akan hal itu bicarakan besok saja
- Akan peristiwa itu kita jadikan sebagai sebuah pelajaran
Dengan => Kata depan dengan dapat menduduki beberapa macam fungsi :
a) Untuk menyatakan alat, contoh :
- Maling memukul satpam dengan pentungan
b) Untuk menyatakan hubungan kesertaan, contoh :
- Ronaldo bermain sepak bola dengan kawannya
c) Membentuk keterangan kualitatif, contoh :
- Siswa mengerjakan ulangan dengan teliti
d) Menyatakan keterangan perbandingan,contoh :
- Wanita itu sama cantiknya dengan Luna Maya
Atas => Kata depan atas dapat menduduki beberapa macam fungsi :
a) Membentuk keterangan tempat, yang artinya sama dengan di atas, contoh :
- Kami terima amanah itu di atas pundak kami
b) Menghubungkan kata benda atau kata kerja dengan keterangan :
- Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran saudara
Antara => Kata depan antara dapat menduduki beberapa macam fungsi :
a) Sebagai penunjuk arah, contoh :
- Jawa Tengah terletak sejauh antara Jawa Barat dan Jawa Timur
b) Sebagai penunjuk tempat, contoh :
- Telur bebeknya ada diantara bebek-bebek itu
c) Bermakna kira-kira, contoh :
- Antara dua tiga hari lagi pekerjaan itu akan selesai

KATA PENGHUBUNG (SAMBUNG)

Kata sambung adalah kata yang berfungsi untuk menyambungkan kalimat dengan kalimat.
Contoh : Dan, lagi, dan lagi, demi, untuk, sebab, karena, sebelum, sesudah setelah, setiba, bilamana, lagi pula, apabila, biarpun, walaupun, serta, sampai, hingga dll. Macam-macam kata hubung :
a) Kata sambung yang menyatakan waktu, contoh : Sesudah, sebelum, ketika, setiba, sehabis, setelah, ketika dll.
b) Kata sambung yang menyatakan syarat, contoh : Jika, jikalau, kalau, apabila, bilamana, asal, andai, andaikan, asalkan, andaikata dll.
c) Kata sambung menyatakan keadaan, contoh : Sambil, sembari, sedang, padahal, ketika dll.
d) Kata sambung menyatakan cara, contoh : Supaya, agar, tetapi, melainkan, biarpun, walaupun, meskipun, berapapun, bagaimanapun, sekalipun dll.
e) Kata sambung yang menyatakan hubungan sebab akibat, contoh : Sebab, karena, karena itu, sebab itu, disebabkan, dikarenakan dll.
f) Kata sambung pengantar, contoh : Alkisah, konon dll
g) Kata sambung penyusun, contoh : lagi, lagi pula, serta, begitu, begitupula dll.

KATA

Kata secara sederhana adalah sekumpulan huruf yang mempuyai arti. Namun dalam kamus besar nahasa Indonesia (KBBI) memilki “caratersendiri dalam mendefinisikan kata, pertama kata adalah unsure bahasa yangdiucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam bahasa. Pengertian kata juga sebanding dengan pengertian ujar atau biacara.

Kata adalah deretan huruf yangdiapit dua spasi dan mempunyai arti. Jika ditinjau darisegi bahada pengertian  kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan di anggap sebagai satuan terkecail yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas.

Dalam bahasa Indonesia, "di" memunyai dua fungsi. Pertama, sebagai prefiks (awalan) dan kedua sebagai preposisi (kata depan). Kedua fungsi yang berbeda ini kerap dikacaukan dalam penggunaannya.

Sebagai prefiks, "di" selalu diikuti oleh verba (kata kerja) dan ditulis serangkai dengan verba tersebut. Sebagai preposisi, "di" selalu diikuti oleh kata yang menerangkan tempat. Dalam hal ini, "di" ditulis terpisah dari keterangan tempat yang mengikutinya. Contoh prefiks: ditulis, dimakan, dan didorong. Contoh preposisi: di jalan, di kantor, dan di Bandung.

Untuk keterangan tempat yang lebih spesifik, preposisi "di" mendapat tambahan kata yang sesuai dengan kekhususan tersebut, seperti atas, bawah, luar, dalam, muka, dan belakang. Dalam konteks ini, preposisi "di" tetap ditulis terpisah dari kata tambahan tersebut. Perhatikan contoh berikut: di meja, di kantor, di sekolah, di masjid, dan di rumah (tidak khusus). Adapun, di atas meja, di luar kantor, di depan sekolah, di belakang masjid, dan di dalam rumah (khusus). Preposisi "di" juga ditulis terpisah jika diikuti kata-kata, seperti antara (di antara), mana (di mana), sana/sini (di sana/sini).

Preposisi "di" tidak boleh digunakan untuk menunjukkan waktu. Sebagai gantinya, digunakan preposisi "pada". Perhatikanlah contoh berikut: di zaman Sriwijaya, di era pembangunan, di masa revolusi, di bulan yang lalu, dan di senja hari (tidak sesuai dengan kaidah). Seharusnya: pada zaman Sriwijaya, pada era pembangunan, pada masa revolusi, pada bulan yang lalu, dan pada senja hari (sesuai dengan kaidah).

Jika ada keterangan waktu yang menggunakan preposisi "di", biasanya hal semacam itu terdapat dalam sajak atau syair. Penyair memang memiliki kebebasan yang dikenal dengan sebutan licentia poetica. Kadang-kadang seorang pnnyair harus menyusun kata-kata untuk mendapatkan keseimbangan bunyi yang dapat melahirkan rasa keindahan. Dalam prosa dan esai, tidak boleh digunakan preposisi "di" untuk menunjukkan waktu. Larik berikut dibolehkan berdasarkan licentia poetica: di senja yang kelam ... di musim yang silam .... Kalau diukur dengan kaidah bahasa Indonesia, nukilan larik itu seharusnya berbunyi: pada senja yang kelam ...pada musim yang silam ....

Preposisi "di" tidak digunakan jika diikuti oleh kata ganti orang, seperti saya, dia, kamu, mereka, ayah, ibu, dan kakak. Sebagai gantinya, digunakan kata depan "pada". Perhatikan contoh berikut: "Bukumu ada di saya" atau "Titipkan bukuku di Sandri" (tidak sesuai dengan kaidah). Adapun, "Bukumu ada pada saya" atau "Titipkan bukuku pada Sandri" (sesuai dengan kaidah).

Preposisi "di" tidak digunakan jika yang mengikutinya adalah kata benda abstrak (niskala/tak berwujud). Sebagai gantinya, digunakan preposisi "pada", kadang-kadang dapat juga digunakan preposisi "dalam". Perhatikan contoh berikut: di pertandingan itu, di pikirannya, di pertemuan itu, dan di kesempatan ini (tidak sesuai dengan kaidah). Adapun, pada (dalam) pertandingan itu, pada (dalam) pikirannya, pada (dalam) pertemuan itu, dan pada (dalam) kesempatan ini (sesuai dengan kaidah).

Kata depan "di" tidak digunakan jika keterangan tempat didahului oleh angka (jika kata depan itu diikuti oleh angka), misalnya Di Sebuah Kapal, di dua kamar dipasang, di banyak kantor, dan di lima kota (tidak sesuai dengan kaidah). Adapun, Pada Sebuah Kapal (judul novel Nh. Dini), pada dua kamar dipasang, pada banyak kantor, dan pada lima kota (sesuai dengan kaidah).

Kata depan "di" tidak digunakan jika diikuti oleh keterangan tempat yang tidak sebenarnya, misalnya Di wajahmu kulihat bulan, Sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi dapat menyebabkan sakit gigi, Peganglah kepalanya dengan satu tangan di dagu dan satu tangan di dahi, dan Pasanglah penghalang di sisi kiri dan kanan tangga (tidak sesuai dengan kaidah). Adapun, Pada wajahmu kulihat bulan, Sisa makanan yang tertinggal pada sela-sela gigi dapat menyebabkan sakit gigi, Peganglah kepalanya dengan satu tangan pada dagu dan satu tangan pada dahi, dan Pasanglah penghalang pada sisi kiri dan kanan tangga (sesuai dengan kaidah).

Preposisi "pada" berubah menjadi "kepada" jika tekanannya mengenai arah. Contohnya, Geri melapor kepada polisi. Jika tekanannya tidak mengenai arah, gunakan preposisi "pada", misalnya Buku ini saya berikan pada Ibu Farika.


DEFENISI BAHASA JURNALISTIK DAN SEJARAHNYA

DEFINISI

Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun komunikasi tertulis (media cetak dan online), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.

Bahasa Jurnalistik memiliki dua ciri utama: komunikatif dan spesifik. Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau langsung ke pokok persoalan (straight to the point), bermakna tunggal, tidak konotatif, tidak berbunga-bunga, tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi. Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti orang awam. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun komunikasi tertulis (media cetak dan online), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.

Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain.

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991).[1] Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.

Bahasa jurnalistik itu sendiri juga memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa yang akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menuliskan reportase investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam penulisan features. Bahkan bahasa jurnalistik pun sekarang sudah memiliki kaidah-kaidah khas seperti dalam penulisan jurnalisme perdamaian (McGoldrick dan Lynch, 2000). Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis berita utama—ada yang menyebut laporan utama, forum utama-- akan berbeda dengan bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis tajuk dan features. Dalam menulis banyak faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik bahasa jurnalistik karena penentuan masalah, angle tulisan, pembagian tulisan, dan sumber (bahan tulisan). Namun demikian sesungguhnya bahasa jurnalistik tidak meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia baku dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana (Reah, 2000). Karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu) maka bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Kosakata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam masyarakat.

Sifat-sifat tersebut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal. Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar. Oleh karena itu bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca secepatnya dengan mengutamakan daya komunikasinya.

Dengan perkembangan jumlah pers yang begitu pesat pasca pemerintahan Soeharto—lebih kurang ada 800 pelaku pers baru—bahasa pers juga menyesuaikan pasar. Artinya, pers sudah menjual wacana tertentu, pada golongan tertentu, dengan isu-isu yang khas.

Sejarah Bahasa Jurnalistik

Ada yang berpendapat bahwa Nabi Nuh, adalah orang pertama yang melakukan pencarian dan penyampaian berita.Dikisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT menurunkan banjir besar, maka diutuslah malaikat menemui dan mengajarkan cara membuat kapal laut sampai selesai kepada Nabi Nuh.

Kapal tersebut dibuat di atas bukit dan bertujuan mengevakuasi Nabi Nuh bersama sanak keluarganya dan seluruh pengikutnya yang saleh dan segala macam hewan masing-masing satu pasang.Setelah semua itu dilakukan, maka turunlah hujan selama berhari-hari yang disertai angin kencang dan kemudian terjadilah banjir besar. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan yang sangat besar dan luas.

Nabi Nuh bersama orang-orang yang beriman lainnya dan hewan-hewan di dalam kapal laut, berlayar dengan selamat di atas gelombang lautan banjir yang sangat dahsyat.Setelah berbulan-bulan lamanya, Nabi Nuh beserta orang-orang beriman lainnya mulai khawatir dan gelisah, karena persediaan makanan mulai berkurang.

Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah banjir besar itu memang tidak berubah atau bagaimana? Mereka pun berupaya mencari dan meminta kepastian.Atas permintaan dan desakan tersebut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan.

Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari mencari makanan, ternyata upayanya sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan dibawanya pulang ke kapal.Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun, Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu pun tidak menemukan tempat untuk istirahat. Maka kabar dan berita itu pun disampaikan Nabi Nuh kepada seluruh anggota penumpangnya.

Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Malah ada yang menyimpulkan bahwa Kantor Berita pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh. Dalam sejarah Kerajaan Romawi disebutkan bahwa Raja Imam Agung menyuruh orang membuat catatan tentang segala kejadian penting. Catatan itu dibuat pada annals (papan tulis yang digantungkan di serambi rumah raja). Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.

Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya.Julius Caesar mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu (60 SM).

Pemakaian Bahasa Jurnalistik

Terdapat berbagai penelitian yang terkait dengan bahasa, pikiran, ideologi, dan media massa cetak di Indonesia. Anderson (1966, 1984) meneliti pengaruh bahasa dan budaya Belanda serta Jawa dalam perkembangan bahasa politik Indonesia modern, ketegangan bahasa Indonesia yang populis dan bahasa Indonesia yang feodalis. Naina (1982) tentang perilaku pers Indonesia terhadap kebijakan pemerintah seperti yang termanifestasikan dalam Tajuk Rencana. Hooker (1990) meneliti model wacana zaman orde lama dan orde baru. Penelitian tabor Eryanto (2001) tentang analisis teks di media massa. Dari puluhan penelitian yang breakout dengan pers, tenyata belum terdapat penelitian yang secara khusus memformulasikan karakteristik (ideal) bahasa jurnalistik berdasarkan induksi karakteristik bahasa pers yang termanifestasikan dalam kata, kalimat, dan wacana.

Di awal tahun 1980-an terbersit berita bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia baku. Roni Wahyono (1995) menemukan kemubaziran bahasa wartawan di Semarang dan Yogyakarta pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal (pemilihan kosakata) dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan, kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan kesalahan terendah pada aspek ortografi. Berdasarkan jenis berita, berita olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan terendah pada berita kriminal. Penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosakata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, dan kurang bertanggung jawab terhadap pemakaian bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Sedangkan faktor di luar penulis, yang menyebabkan wartawan melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena keterbatasan waktu menulis, lama kerja, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar.

Walaupun di dunia penerbitan telah ada buku-buku jurnalistik praktis karya Rosihan Anwar (1991), Asegaf (1982), Jacob Oetama (1987), Ashadi Siregar, dll, namun masih perlu dimunculkan petunjuk akademik maupun teknis pemakaian bahasa jurnalistik. Dengan mengetahui karakteristik bahasa pers Indonesia—termasuk sejauh mana mengetahui penyimpangan yang terjadi, kesalahan dan kelemahannya,-- maka akan dapat diformat pemakaian bahasa jurnalistik yang komunikatif.

Terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan kaidah bahasa Indonesia baku:

Peyimpangan morfologis. Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Mata-mata. Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.

Kesalahan sintaksis. Kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika. Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal maupun koran nasional.

Kesalahan kosakata. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI. Seharusnya kata Pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konflik Dayak- Madura, jelas bahwa yang bertikai adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan tidak menunjuk kedua etnis secara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan seperti GPK, subversif, aktor intelektual, ekstrim kiri, ekstrim kanan, golongan frustrasi, golongan anti pembangunan, dll. Bahkan di era kebebasan pers seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian kosakata yang bias makna semakin banyak.

Kesalahan ejaan. Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar. Koran Tempo yang terbit 2 April 2001yang lalu tidak luput dari berbagai kesalahan ejaan. Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.

Kesalahan pemenggalan. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.

Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak karena penyisipan-penyisipan yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke dalamnya.

Oleh karena itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan pertautan dengan (a) memperhatikan kata ganti; (b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus. Sedangkan variasi dapat diperoleh dengan (1) pemakaian kalimat yang berbeda menurut struktur gramatikalnya; (2) memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan (3) pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan dengan selang-seling. Jurnalistik “gaya Tempo” menggunakan kalimat-kalimat yang pendek dan pemakaian kata imajinatif. Gaya ini banyak dipakai oleh berbagai wartawan yang pernah bersentuhan dengan majalah Tempo.

Agar penulis mampu memilih kosakata yang tepat mereka dapat memperkaya kosakata dengan latihan penambahan kosakata dengan teknik sinonimi, dan antonimi. Dalam teknik sinonimi penulis dapat mensejajarkan kelas kata yang sama yang nuansa maknanya sama atau berbeda. Dalam teknik antonimi penulis bisa mendaftar kata-kata dan lawan katanya. Dengan cara ini penulis bisa memilih kosakata yang memiliki rasa dan bermakna bagi pembaca. Jika dianalogikan dengan makanan, semua makanan memiliki fungsi sama, tetapi setiap orang memiliki selera makan yang berbeda. Tugas jurnalis adalah melayani selera pembaca dengan jurnalistik yang enak dibaca dan perlu. (Slogan Tempo).

Goenawan Mohamad pada 1974 telah melakukan “revolusi putih” (Istilah Daniel Dhakidae) yaitu melakukan kegiatan pemangkasan sekaligus pemadatan makna dan substansi suatu berita. Berita-berita yang sebelumnya cenderung bombastis bernada heroik--karena pengaruh revolusi—dipangkas habis menjadi jurnalisme sastra yang enak dibaca. Jurnalisme semacam ini setidaknya menjadi acuan atau model koran atau majalah yang redakturnya pernah mempraktikkan model jurnalisme ini. Banyak orang fanatik membaca koran atau majalah karena gaya jurnalistiknya, spesialisasinya, dan spesifikasinya. Ada koran yang secara khusus menjual rubrik opini, ada pula koran yang mengkhususkan diri dalam peliputan berita. Ada pula koran yang secara khusus mengkhususkan pada bisnis dan iklan. Jika dicermati, sesungguhnya, tidak ada koran yang betul-betul berbeda, karena biasanya mereka berburu berita pada sumber yang sama. Jurnalis yang bagus, tentu akan menyiasati selera dan pasar pembacanya.

Dalam hubungannya dengan prinsip penyuntingan bahasa jurnalistik terdapat beberapa prinsip yang dilakukan (1) balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data tulisan, (2) visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan atas data-data aktual; (3) logika cerita yang mereferensi pada kecocokan; (4) akurasi data; (5) kelengkapan data, setidaknya prinsip 5wh, dan (6) panjang pendeknya tulisan karena keterbatasan halaman.

Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:

    Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
    Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
    Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).
    Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
    Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
    Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif. Namun seringkali kita masih menjumpai judul berita: Tim Ferrari Berhasil Mengatasi Rally Neraka Paris-Dakar. Jago Merah Melahap Mall Termewah di Kawasan Jakarta. Polisi Mengamankan Oknum Pemerkosa dari Penghakiman Massa.

Dalam menerapkan ke-6 prinsip tersebut tentunya diperlukan latihan berbahasa tulis yang terus-menerus, melakukan penyuntingan yang tidak pernah berhenti. Dengan berbagai upaya pelatihan dan penyuntingan, barangkali akan bisa diwujudkan keinginan jurnalis untuk menyajikan ragam bahasa jurnalistik yang memiliki rasa dan memuaskan dahaga selera pembacanya.

Daftar Pustaka

Pendapat Suroso dari Universitas Negeri Yogyakarta

Anwar, Rosihan (1991). Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Jakarta: Pradnya Paramita.