BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan kebudayaan nasional diarahkan untuk memberikan wawasan budaya dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap dimensi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara serta ditujukan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia serta memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.
Bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan sangat bermanfaat bagi masyarakat pemakainya, terutama sebagai alat komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya saling pengertian, saling sepakat dan saling membutuhkan dalam kehidupan. Disamping itu, melalui suatu bahasa daerah akan memupuk rasa persatuan dan kesatuan antara warga pemakainya.
Bahasa Muna sangat penting keberadaanya dalam kehidupan masyarakat. Seseorang yang lahir dari masyarakat tersebut, menjadi suatu keharusan untuk mengetahui, memahami dan mampu menggunakan bahasa tersebut supaya Ia tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan mengintegrasikan diri dalam masyarakat yang bersangkutan karena bahasa merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat.
Secara umum, bahasa Muna berfungsi sebagai alat komunikasi dan penghubung diantara mereka (masyarakat Muna). Selain fungsinya secara umum sebagai alat komunikasi, bahasa tersebut juga memiliki fungsi khusus, yaitu fungsi persona dan interpersona, fungsi direksi, fungsi referensial, dan fungsi imajinatif.
Dengan adanya bahasa dan fungsi-fungsi ini, seorang individu mempunyai sarana untuk mengungkapkan diri, membina hubungan sosial, menyuruh orang lain melakukan sesuatu tindakan, menampilkan sesuatu dengan bahasa dan juga memiliki kemampuan untuk mencipta, mengungkapkan ide, gagasan dan sebagainya.
Dalam hubungan dengan bahasa indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai(1) pendukung bahasa nasional (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pelajaran bahasa indonesia dan mata pelajaran lain, dan(3)alat pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah ( Amrun Halim dalam Fachrudin 1983 : 4-5).
Selanjutnya Prof.Dr. Slametmuljana mengatakan “ Antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah terjadi kontak sosial dan budaya yang aktif. Jiwa bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah bertemu. Kedua bahasa yang bersangkutan mulai saling memperhatikan, akhirnya saling mempengaruhi( Badudu, 1987 : 13)”.
Mengingat pentingnya fungsi dan kedudukan bahasa daerah dalam kaitanya dengan pertumbuhan, perkembangan dan pembakuan bahasa nasional serta kepentingan pembinaan dan pembakuan bahasa nasional serta kepentingan pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan, maka bahasa-bahasa daerah perlu dipelihara, dibina dan dikembangkan sebagai upaya untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan ketetapan MPR NO. 11/ MPR/ 1993, tentang Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) antara lain menyebutkan sebagai berikut:
bahasa daerah perlu terus dilanjutkan dalam rangka pengembangan serta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan khazanah kebudayaan nasional sebagai salah satu unsur jati diri dan kepribadian bangsa. Perlu ditingkatkan penelitian, pengkajian dan pengembangan bahasa dan sastra daerah serta penyebarannya melalui berbagai media.
Pengenalan bahasa-bahasa daerah melalui berbagai upaya penelitian sangat penting artinya dalam masa pembangunan dewasa ini, karena selain untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia juga merupakan salah satu peletak dasar bagi kesatuan dan persatuan bangsa serta dapat menanamkan rasa saling menghargai diantara sesama warga negara.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Gorys Keraf, yakni :Dalam masa perkembangan dan pembangunan ini bahasa-bahasa daerah masih amat diperlukan untuk memperkaya bahasa indonesia terutama dalam memperkaya perbendaharaan kata-kata dan bentuk kata.
Dengan mengenala bahasa daerah kita bisa mengenal pelbagai macam faktor penting yang menentukan corak dan struktur masyarakat indonesia.
Dengan mengenal berbagai aspek bahasa-bahasa daerah, kita dapat melihat adanya kesamaan tema, gaya bahasa dan ragam kesusastraanya (1984:20).Pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah dengan melalui berbagai upaya penelitian sangat perlu dilakukan. Bahasa Muna sebagai salah satu bahasa daerah di Sulawesi Tenggara, diwariskan dan dipelihara secara turun temurun oleh pendudk Kabupaten Muna .
Dalam laporan penelitian yang dilakukan oleh Syahrudin Kaseng (1983) yang berjudul , “Pemetaan Bahasa- Bahasa di Sulawesi Tenggara” mengiventarisasi 20 bahasa di sulaweai tenggara menurut penamaan masyarakat pemakainya. Di antara20 bahasa yang terinventarisasi itu, selanjut nya beliau mengkategorikan kedalam 11 bahasa yakni (1) Tolaki, (2) Muna, (3) Masiri, (4) Bosoa, (5) Wakatobi, (6) Wolio Kamaru, (7) cia-cia Wabula, (8) Mornene-Kabaena, (9) Kulisusu- Wawonii, (10) Lawelu- Kakenauwe- Kambowa, dan (11) Mawasangka- Siompu- Laompo- Katobengke. Pengkategorian tersebut didasarakan pada 200 kata dasar yang dikemukakan oleh Swadesh. Adanya penamaan bahasa Mawasangka yang dirangkaikan bersama- sama dengan Siompu, Laompo dan Katobengke didasarkan atas penamaan yang diberikan informan di tempat mereka bermukim.
Dalam pergaulan antarwarga pendukung bahasa Muna, bahasa ini memegang peranan penting. Peranan ini dapat dilihat baik sebagai alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara – upacara adat dan kesenian. Di samping itu, bahasa Muna berperan sebagai bahasa pengantar di Lembaga Pendidikan, baik informal maupun pendidikan formal khususnya pada kelas-kelas permulaan Sekolah Dasar.
Melihat peranan bahasa Muna yang cukup besar , maka salah satu usaha untuk membina dan memelihara bahasa tersebut adalah dengan penelitian. Penelitian ini diharapakan akan sangat bermanfaat dalam rangka usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Muna dan merupakan pengejawantahan makna pernyataan Undang –Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36. Di pihak lain. Di pihak lain penelitian ini diharapkan pula mengemukakan deskripsi tentang proses morfologi nomina dalam bahasa daerah muna yang selanjutnya akan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber dalam pembinaan dan pengembangan bahasa nasional, bahasa Indonesia, seperti yang diperankan oleh bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.
Dalam kebahasaan sebenarnya masih cukup banyak belum digarap. Dalam bidang morfologi saja masih banyak permasalahan bahasa Muna yang perlu segera diselesaikan. Namun, tentu saja tidak akan sekaligus dapat kita selesaikan semua masalah itu karena berbagai hambatan dan keterbatasan yang kita miliki. Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya digarap sebuah aspek kecil saja dari bidang morfologi itu, yakni yang berkaitan dengan nomina bahasa Muna.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana proses morfologi nomina dqalam Bahasa Muna?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.2.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memperoleh data deskriptif yang lengkap tentang proses morfologi nomina bahasa Muna.
1.2.2 manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sumbangan dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa, baik untuk bahasa Muna itu sendiri maupun untuk bahasa Nasional, bahasa Indonesia.
2. Sebagai bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk mengadakan penelitian
lanjutan yang lebih mendalam.
3. Membantu siswa dwibahasawan Muna – Indonesia dalam memahami struktur bahasa Muna sehingga dapat mengatasi kemungkinan terjadinya interferensi bahasa Muna terhadap bahasa Indonesia.
1.3 Ruang Lingkup
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian di atas maka ruang lingkup penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut (1) ciri nomina bahasa Muna yang terdiri atas ciri morfologis, ciri sintaksis dan ciri semantis, (2) bentuk nomina; (3) fungsi dan makna nomina dalam hubungannya dengan afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan.
1.4 Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk deskripsi sehingga secara keseluruhan diklarifikasikan menjadi lima bagian utama atau bab, yakni sebagai berikut:
Pendahuluan, yakni uraian mengemukakan tentang masalah dan tujuan penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangkan adalah (1) latar belakang dan masalah (2) tujuan dan manfaat penelitian, (3) ruang lingkup penelitian, (4) sistematika penulisan.
Landasan teori, yakni uraian yang mengemukakan tentang teori –teori yang mendasari penelitian ini. Dengan demikian, pokok-pokok yang dikembangkan adalah: (1) morfologi , (2)morfem dan kata, (3) proses morfologi ,(4) morfofonemik, (5) batasan dan ciri nomina.
Metode dan prosedur penelitian yakni uraian mengemukakan tentang cara kerja dalam penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangkan adalah : : (1) sumber data, (2) metode dan teknik pengumpulan data, (3) prosedur penelitian, (4) Teknik analisis data.
Data dan analisis data yakni bagian yang menguraikan tentang hasil penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangkan adalah (1) ciori nomina baik ciri morfologis, ciri sintaksis maupun ciri semantisnya, (2) bentuk nomina, (3) fungsi dan makna nomina.
Simpulan dan saran yakni uraian yang mengemukakan penemuan hal-hal penting serta langkah-langkah yang dianjurkan untuk penerapan hasil penelitian. Dengan demikian pokok-pokok yang dikembangakan adalah (1) simpulan, dan (2) saran
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam penelitian ini diterapakan teori linguistik struktural dengan berpedoman pada buku –buku linguistik yang relevan. Pemilihan teori ini sebagai acuan berdasarkan alasan bahwa analisis proses morfologi nomina termasuk ke dalam analisis struktural bahasa dan penelitian ini bersifat deskripsi.
Teori yang dikemukakan pada tulisan-tulisan itu terutama bagian-bagian yang diterapkan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
2.1 Morfologi
Pengertian morfologi yang dijadikan acuan adalah pendapatan para ahli bahasa sebagai berikut:
Morfologi is the study of morphemes and their arrangements in forming words. Morphemes and the minimal meaningflunits which my contute words or partt of woeds, c.q.re-, -un, ish, -ly, -coive, demand, untie, boyish, likely. The morphemes arrangements wich are treated, under, the morfologi of a language include all combinations that form words or part of words(Nida dalam Mursalin, 1992:4).
Morfologi adalah studi tentang morfem dan prosesnya dalam pembentukan kata. Morfem adalah satuan –satuan terkecil yang mengandung makna yang dapat berupa kata atau bagian kata, seperti re-, de-, un-, -ish, -ly, -coive,-mand, tie, boy, and like dalam gabungan receive, demand, untie, boyish, likely. Susunan morfem yang dibicarakan suatu bahasa termasuk semua gabungan yang membentuk kata atau bagian kata.
Ramlan (1987:21) mengemukakan ,” Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata”.
Harimurti Kridalaksana dalam kamus Linguistik, membatasi pengertian morfologi sebagai, “ Bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi –kombinasinya”. Atau “ Bagian dari struktur bahasa yang mencangkup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem”, (1984:129).
Dari defenisi-defenisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa morfologi adalah salah satu cabang dari ilmu bahasa atau linguistik yang secara khusus mempelajari seluk-beluk morfem serta gabungan antara morfem-morfem.
Sebagai ilustrasi akan dikemukakan proses pembentukan kata dasar mate menjadi kafekamate. Kata dasar mate ‘mati’ diberi awalan kan- menjadi kamate ‘yang mati’. Awalan kan- pada kata kamate dapat menerima awalan fe- sehingga terbentuk kata fekamate ‘matikan’. Awalan fe- masih dapat pula menerima awalan ka- berikutnya sehingga terbentuklah kata kafekamate ‘alat untuk mematikan’.
2.2 Morfem dan Kata
2.2.1 Morfem
Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil, satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya( Ramlan,1987:32). Harimurti Kridalaksana(1984:128) menyebutkan bahwa “ Morfem adalah satuan bahas terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian yang bermakna yang lebih kecil , misalnya ter-, di-, pensil dan sebagainya adalah morfem”. Sedangkan Samsuri (1982:170) menyebutkan bahwa “ Morfem adalah komposit bentuk pengertian yang terkecil yang sama atau mirip yang berulang”.
Bentuk rumah adalah sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi bentuk terkecil yang mengandung makna. Bentuk meN- juga sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi beberapa bentuk terkecil yang mengandung makna. Dalam pemakaianya, baik bentuk rumah maupun bentuk meN- selalu berulang, baik untuk yang sama maupun mirip seperti dalam pemakaian pada rumahnya, perumahan, berumah, menulis, membaca, mengarang, dan sebagainya.
Bentuk linguistik itu ada yang merupakan bentuk bebas dan ada pula yang merupakan bentuk terikat. Setiap bentuk linguistik yang berupa bentuk tunggal, baik itu berupa bentuk bebas maupun bentuk terikat, merupakan sebuah morfem. Oleh karena itu, morfem ada yang merupakan morfem bebas dan ada pula yang morfem terikat. Morfem bebas ialah morfem yang berupa bentuk tunggal bentuk bebas, misalnya lari, duduk,makan, meja, kursi, kamar; dan morfem terikat adalah semua bentuk tunggal bentuk terikat, misalnya di-, ke-, dari, ber-, pen-, ter_.
2.2.2 Kata
Kata adalah kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagiannya, dan yang mengandung suatu ide ( Gorys Keraf,1984:53). Sedangkan Ramlan (1987:33) mengatakan, “Kata ialahsatuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata”. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, pendudukan, negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, mencampuradukan, mempertanggungjawabkan, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing merupakan satuan bebas.
Dalam Kamus Linguistik dijelaskan bahwa:
Kata adalah (1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas: (2) satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal (mis: batu, rumah, datang dsb.) atau gabungan morfem (mis: pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa dsb.) ( Harimurti Kridalaksana,1984:89).
2.3 Proses Morfologis
Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya,(Ramlan,1987:51) atau cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain( Samsuri,1987:55). Proses pembentukan kata itu ada bermacam-macam diantaranya afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.
2.3.1 Afiksasi
Afiksasi adalah pembentukan kata dengan jalan pembubuhan afiks pada suatu bentuk. Afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru(Ramlan, 1987:55).
Dalam Kamus Linguistik dijelaskan bahwa” Afiksasi adalah proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas( Harimurti Kridalaksana,1984:24).
Ramlan (1987:54), menjelaskan bahwa” Proses pembubuhan afiks ialah afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata”. Misalnya pembubuhan kata afiks ber- pada jalan menjadi berjalan, pada sepeda menjadi bersepeda, pada gerilya menjadi bergerilya; pembubuhan afiks meN- pada tulis menjadi menulis, pada cuci menjadi mencuci, pada baca manjadi membaca.
2.3.2 Reduplikasi
Reduplikasi atau pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan jalan pengulangan bentuk, baik seluruhnya ataupun sebagian, baik dengan fariasi fonem atau tidak. Hasil reduplikasi ini disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang itu merupakan bentuk dasar. Misalnya kata ulang rumah-rumah dari bentuk dasar rumah, kata ulang perumahan-perumahan dibentuk dari bentuk dasar perumahan, kata ulang berjalan-jalan dibentuk dari bentuk dasar berjalan, kata ulang bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik.
2.3.3 Pemajemukan
Kata majemuk adalah kata yang terdiri atas dua kata atau lebih sebagai unsurnya (Ramlan,1987:76). Sedangkan Samsuri (1987:199) mengemukakan bahwa” Kata majemuk ialah konstruksi yang terdiri atas dua morfem atau lebih atau dua kata atau lebih: konstruksi ini bisa berupa akar + akar, pokok+pokok, atau akar + pokok (pokok + akar), yang mempunyai suatu pengertian.”
Akhirnya berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dikemukakan ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
Gabungan itu membentuk suatu arti baru.
Gabungan itu dalam hubungannya keluar membentuk satu pusat yang menarik keteramgan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
Biasanya terdiri dari kata-kata dasar.
Frekuensi pemakaiannya tinggi.
Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris terbentuk menurut hukum DM (Diterangkan mendahului menerangkan), (Gorys Keraf,1984:126).
Apabila dua morfem berhubungan atau diucapakan yang satu sesudah yang lain, sering terjadi perubahan fonem yang bersinggungan. “ Studi tentang perubahan-parubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih itu serta pemberian tanda-tandanya disebut morfofonemik”(Samsuri,1987:201). Sedangkan Ramlan( 1987:35) menyebutkan “ Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem yang satu dengan morfem yang lain”.
Misalnya pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan bentuk mengajar. pada proses morfologis ini telah terjadi perubahan fonem pada morfem ber-, yakni fonem /r/ berubah menjadi/l/. Pertemuan morfem meN- dengan morfem lihat menghasilkan kata. Di sini telah terjadi perubahan fonem dari morfem meN- menjadi me-. Perubahan-perubahan fonem akibat pertemuan dua morfem atau lebih disebut morfofonemis, sedangkan tanda huruf kapital (seperti pada meN-) yang pada realitas fonemis biasa berupa beberapa macam fonem disebut morfofonem.
Proses morfofonemik bahasa Muna sulit di jumpai. Satu-satunya prefiks yang mengalami proses morfofonemik ialah prefiks kaN-. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
kaN- +/tofa/ ‘cuci’ /katofa/ ‘cucian’
kaN- + /tunu/ ‘bakar kantunu/ ‘yang dibakar’
kaN- + /tisa/ ‘tanam’ /kantisa/ ‘yang ditanam’
kaN- + /tolau/ ‘terlanjur’ /kantolau/ ‘nazar’
kaN- +/kuni/’ kuning’ /kangkuni/ ‘yang kuning’
kaN- + /pooli/ ‘dapat’ /kampooli// ‘yang didapat’
kaN- + /tapu/ ‘ikat’ /katapu/ ‘ikatan’
2.5 Batasan dan Ciri Nomina
Nomina sebagai salah satu kelas kata dapat dapat diidentifikasi berdasarakan ciri-ciri yang membedakannya dengan kelas kata yang lain. Batasan mengenai nomina telah diberikan oleh para pakar bahasa dengan dasar ciri tertentu yang menggunakan istilah yang bervariasi.
Gorys Keraf(1984:86) mengemukakan ,“Segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yangt + kata sifet adalah kata benda”. Sedangkan Ramlan mengemukaksn, “Nomina dalah semua kata yang dapat tempat objek dan apabila Ia dinegatifkan, maka dinegatifkan dengan kata bukan”(dalam Prawirasumantri,1986:74). Harimurti Kridalaksana (1990:66) mengemukakan, “Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk (1)bergabung dengan partikel tidak, (2)mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari’.
Sejalan dengan definisi terebut di atas, dalam Tata Bahasa Baku Indonesia (1988:152) dijelaskan sebgai berikut:
Nomina yang serimg juga disebut kata benda dapat dilihat dari dua segi, yakni segi semantis dan segi sintaksis.dari segi semantis kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, kucing,meja dan kebangsaan adalah nomina. Dari segi sintaksisnya, nomina mempunyai ciri-ciri tertentu: (1)Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat. Pemerintah akan memantapkan perkembangan dalam nomia. Kata pekerjaan dalam kalimat, Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina. (2)Nomina tidak dapat dijadikan bentuk ingkar dan tindak. Kata pengingkarnya ialah bukan tidak pernah berkontras dengan tidak. (3)Nomina lazimnya dapat diikuti oleh adjektiva baik secara langsung maupun dengan perantaraan kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru, rumah mewah atau buku yang baru, dan rumah yang mewah.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Objek penelitian ini adalah bahasa Muna yang di pakai di daratan Pulau Muna oleh masyarakat Desa Lalemba di Kecamatan Lawa.
Sumber data yang menjadi sasaran penelitian ini adalah pemakai Bahasa Muna pada umumnya yang berdomisili di kecamatan Lawa khususnya Desa Lalemba.
Penentuan penutur sebagai informan dilakukan secara khusus sesuai denganj sifat dan tujuan penelitian ini. Oleh karena penelitian ini bertujuan memberikan analisis dekriptif struktur bahasa, informan dianggap tidak perlu diambil dalam jumlah yang besar dan tidak diperlukan lebih dari satu informan yang baik atau representatif(Samarin, dalam Kadir Mulya, 1990: 7). Namun, untuk lebih aman dan kesahihan maka dalam penelitian ini menggunakan beberapa informan di samping peneliti sendiri sebagai penutur sendiri bahasa Muna.
Untuk mendapat data yang representatif penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
Informan adalah penutur asli bahasa Muna yang ucapannya jelas dan fasih.
Informan sudah dewasa (30-50).
Memiliki organ artikulasi yang masih utuh.
Informan tidak meiliki cacat bicara seperti gagap, cadel, dan sebagainya.
Informansi bersedia diwawancarai dan mempunyai waktu yang cukup.
3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dan keputusan dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Elisitasi
Teknik ini menggunakan pertanyaan langsung dan terarah yang ditujukan kepada informan untuk memperoleh ujaran atau kalimat yang bertalian dengan masalah yang diteliti.
Perekaman
Teknik perekaman digunakan untuk melengkapi data yang terkumpul melalui teknik eliitasi. Rekaman dapat dilakukan dengan rekaman pilihan dan rekaman spontan. Rekaman spontan ialah rekaman yang diambil dengan tidak mementingkan masalah yang dibicarakan seperti pembicaraan atau obrolan spontan. Sedangkan rekaman pilihan ialah rekaman yang dilakukan dengan memprsiapkan terlebih dahulu masalah yang akan dibicarakan untuk direkam.
Pengumpulan Bahan Tertulis
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan tertulis mengenai bahasa daerah Muna, seperti naskah-naskah hasil penelitian tentang bahasa Muna khusnya pada penutur asli yang berdomisili di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna.
3.3 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam empat tahap, yakni tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap koreksi dan seleksi data dan tahap analisis data.
3.3.1 Tahapan Persiapan
Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, ada beberapa persiapan yang telah dilakukan. Persiapan tersebut meliputi uasaha pengurusan surat izin (rekomendasi) penelitian dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo Kendari. Rekomendasi tersebut kemudian dilangsungkan pada Kantor Direktorat Sosial Politik Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara, dan selanjutnya pada Kantor Sosial Politik Daerah Tingkat I Kabupaten Muna. Kemudian dilangsungkan kepada Kepala Wilayah Kecamatan Lawa selaku penanggungjawab terhadap lokasi yang menjadi sasaran penelitian.
3.3.2 Tahap Pengumpulan Data
Setelah izin penelitian diperoleh dan persiapan lainnya sudah siap, maka pengumpulan data akan dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2011 – 20 Juli 2011. Pengumpulan data dilakukan dengan jalan memberikan pertanyaan langsung dan terarah yang ditujukan kepada informan sehingga memperoleh data yang diinginkan.
3.3.3 Tahap Koreksi dan Seleksi Data
Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah tahap koreksi dan seleksi data. Pada tahap ini, semua data mentah dikoreksi dan diseleksi untuk menentukan mana yang dapat dijadikan sebagai data dan mana yang tidak dapat dijadikan sebagai data.3.3.4 Tahap
Analisis Data
Pada tahap ini data yang diperoleh di lapangan dianalisis secara teliti dan cermat. Setiap ujaran yang terekam dan kata-kata yang tertulis diklasifikasikan berdasarkan ruang lingkup masalah penelitian. Klasifikasi tersebut meliputi:
Analisis data untuk menentukan ciri-ciri nomina bahasa Muna.
Analisis data untuk menentukan bentuk-bentuk nomina,
Analisis data untuk menentukan fungsi dan makna nomina.
3.4 Teknik Analisis Data
Oleh karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah linguistik struktural, maka teknik analisis yang digunakan adalah teknik analaisis yang biasa digunakan dalam linguistik deskriptif struktural.
Adapun pendekatan yang dipakai dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah didasarkan pada prinsip-prinsip analisis deskriptif seperti dikemukakan oleh Nida, yakni
Analisis deskriptif didasarkan pada apa yang diujarkan orang. Implikasi prinsip ini adalah bahwa data yang dianalisis berupa data lisan, sedangkan data tertulis dipandang sebagai data pelengkap.
Bentuk (form) adalah primer, sedangkan pemakaian adalah sekunder. Prinsip ini digunakan untuk menetapkan tahap analisis terutama dalam menetapkan imbuhan.
Tidak ada bagian ujaran yang dapat diberikan secara tuntas tanpa mengaitkannya dengan bagian-bagian ujaran lainnya. Prinsip ini dapat digunakan untuk membenarkan adanya konstruksi morfologis yang demi ketuntasan perlu dikaitkan dengan konsrtruksi di atasnya, yakni konstruksi sintaksis.
Bahasa itu terus-menerus mengalami perubahan. Prinsip ini dipergunakan untuk membenarkan fluktuasi bentuk-bentuk kata atas pengaruh idiolek. Dengan demikian bentuk-bentuk yang berfluktuasi itu dapat dipandang sebagai leksikon yang sama(dalam Muthalib, 1993:8-9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar